HADITS
TENTANG MENGAJAK PADA KEBAIKAN
MAKALAH
TAFSIR
HADITS
DOSEN
PENGAMPU
MUHAMMAD NASHRUL HAQQI, S.TH.I.,M.HUM.
PENYUSUN : ABDULLAH KHOLID
MATA
KULIYAH : TAFSIR HADITS
UNIVERSITAS
ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ JEPARA
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PENYIARAN ISLAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadhirat ALLAH SWT, atas rahmat dan karunianya,penulis
dapat menyelesaikan makalah ini,yang berjudul HADITS TENTANG MENGAJAK PADA
KEBAIKAN, makalah ini penulis buat dari berbagai sumber
referensi dan aspek-aspek lain nya, yang mana kala akan berfungsi untuk para
pembaca yang ingin mengetahui ilmu hadits.
Penulis sangat
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya untuk kita
semua, memang penulis menyadari benar dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna serta masih banyak kekurangannya, oleh karena itu, akan
merasa bahagia jika anda mau memberikan kritik atau saran yang nantinya akan
membangun penulis dalam memperbaiki karyanya.
Rasa terima
kasih dari hati yang paling dalam penulis sampaikan untuk semua bantuan dan
dukungannya dari pembaca. Dan akhirnya
ucapan maaf kami utarakan karena masih banyak sekali kesalahan – kesalahan
dalam makalah ini, untuk itu bimbingan
yang berupa kritik dan saran kami harapkan dari para pembaca,supaya makalah ini
bisa lebih sempurna dan bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL..………………………………………………………….....1
KATA PENGANTAR ………...………………………………............................2
DAFTAR ISI …………………...………………..…………….............................3
PENDAHULUAN
-
Latar Belakang Masalah ……...……………………………….……………..4
-
Rumusan Masalah
……………..…………………………….........................4
-
Maksud dan Tujuan ……………..……………………………………………4
PEMBAHASAN
-
Hadits dan terjemahanya…………………………………………………..5
-
Tafsir Hadits……………………………………………………………….7
-
Penjelasan Hadits………………………………………………………...10
PENUTUP
-
Kesimpulan
……………………………….………………..……….………14
-
Saran ………………………………………………………………………...14
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………..15
A.
Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf
dan Nahi Munkar. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar dasar dari pilar-pilar
akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah
merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang
mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Sesungguhnya diantara
peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang mendekatkan diri kepada
Allah Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan kepada kebaikan,
nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
Al Qur'an al karim telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan
umat Islam istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran, dan beriman kepada Allah: “Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran: 110)
2. Rumusan
Masalah
Dari paparan singkat latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
a.
Memahami arti pentingnya mengajak pada kebaikan
b.
Memahami dan mengamalkan sedekah baik yang kaya maupun yang miskin
c.
Memahami keutamaan menyeru kepada kebaikan dan mencegah keburukan
3. Maksud dan
Tujuan
Selain untuk memenuhi
tugas, kita juga dapat mengetahui dan memahami apa yang tekandung dalam rumusan masalah serta dapat mengetahui lagi lebih dalam tentang bagaimana tafsir hadits
dan penjelasanya khususnya yang berhubungan dengan mengajak kepada kebaikan.
B. Hadits dan
Terjemahanya
1. Hadits
Pertama
ﻋﻦ
ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ : ﺃﻥ ﺭَﺳُﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗَﺎﻝَ
: « ﺑَﺎﺩِﺭُﻭﺍ ﺑِﺎﻷﻋْﻤَﺎﻝ ﻓﺘﻨًﺎ ﻛﻘﻄَﻊِ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﺍﻟﻤُﻈْﻠِﻢِ، ﻳُﺼْﺒﺢُ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ
ﻣُﺆْﻣِﻨًﺎ ﻭَﻳُﻤْﺴِﻲ ﻛَﺎﻓِﺮًﺍ، ﻭَﻳُﻤْﺴِﻲ ﻣُﺆﻣِﻨًﺎ ﻭﻳُﺼْﺒِﺢُ ﻛَﺎﻓِﺮًﺍ، ﻳَﺒﻴﻊُ ﺩِﻳﻨَﻪُ
ﺑﻌَﺮَﺽٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪُّﻧﻴﺎ » . ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ .
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Segeralah
beramal sebelum datangnya fitnah seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari
seorang laki- laki dalam
keadaan mukmin, lalu kafir di sore harinya. Di sore hari seorang laki-laki
dalam keadaan mukmin, lalu
kafir dipagi harinya. Dia menjual agamanya dengan barang kenikmatan
dunia." (HR. Muslim).
2. Hadits ke
Dua
ﻋﻦ
ﺃﺑﻲ ﺫﺭ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ : ﻋﺮﺿﺖ ﻋﻠﻲ ﺃﻋﻤﺎﻝ ﺃﻣﺘﻲ ﺣﺴﻨﻬﺎ ﻭﺳﻴﺌﻬﺎ
ﻓﻮﺟﺪﺕ ﻓﻲ ﻣﺤﺎﺳﻦ ﺃﻋﻤﺎﻟﻬﺎ ﺍﻷﺫﻯ ﻳﻤﺎﻁ ﻋﻦ ﺍﻟﻄﺮﻳﻖ ﻭﻭﺟﺪﺕ ﻓﻲ ﻣﺴﺎﻭﺉ ﺃﻋﻤﺎﻟﻬﺎ ﺍﻟﻨﺨﺎﻋﺔ ﺗﻜﻮﻥ ﻓﻲ
ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻻ ﺗﺪﻓﻦ . (ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ )
Dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Ditampakkan kepadaku amalan umatku,
yang baik dan yang buruk. Aku dapati di antara amal baik ialah kotoran yang disingkirkan dari
jalan. Dan aku dapati di antara amalan yang jelek ialah air liur (ludah) yang di buang di mesjid
dan tidak ditimbuni
(tanah).”
3. Hadits ke
Tiga
ﻋَﻦْ
ﺃَﺑِﻲ ﺫَﺭٍّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ : ﺃَﻥَّ ﻧَﺎﺳﺎً ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ
ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻟِﻠﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺫَﻫَﺐَ ﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟﺪُّﺛُﻮْﺭِ ﺑِﺎْﻷُﺟُﻮْﺭِ ﻳُﺼَﻠُّﻮْﻥَ ﻛَﻤَﺎ
ﻧُﺼَﻠِّﻲ، ﻭَﻳَﺼُﻮْﻣُﻮْﻥَ ﻛَﻤَﺎ ﻧَﺼُﻮْﻡُ، ﻭَﻳﺘَﺼَﺪَّﻗُﻮْﻥَ ﺑِﻔُﻀُﻮْﻝِ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻬِﻢْ
ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻭَ ﻟَﻴْﺲَ ﻗَﺪْ ﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻟَﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﺗَﺼَﺪَّﻗُﻮْﻥَ : ﺇِﻥَّ ﻟَﻜُﻢْ
ﺑِﻜُﻞِّ ﺗَﺴْﺒِﻴْﺤَﺔٍ ﺻَﺪَﻗَﺔً ﻭَﻛُﻞِّ ﺗَﻜْﺒِﻴْﺮَﺓٍ ﺻَﺪَﻗَﺔً ﻭَﻛُﻞِّ ﺗَﺤْﻤِﻴْﺪَﺓٍ
ﺻَﺪَﻗَﺔً، ﻭَﻛُﻞِّ ﺗَﻬْﻠِﻴْﻠَﺔٍ ﺻَﺪَﻗَﺔً ﻭَﺃَﻣْﺮٍ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭْﻑِ ﺻَﺪَﻗَﺔً
ﻭَﻧَﻬْﻲٍ ﻋَﻦ ﻣُﻨْﻜَﺮٍ ﺻَﺪَﻗَﺔً ﻭَﻓِﻲ ﺑُﻀْﻊِ ﺃَﺣَﺪِﻛُﻢْ ﺻَﺪَﻗَﺔً ﻗَﺎﻟُﻮﺍ
: ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﻳَﺄْﺗِﻲ ﺃَﺣَﺪُﻧَﺎ ﺷَﻬْﻮَﺗَﻪُ ﻭَﻳَﻜُﻮْﻥُ ﻟَﻪُ ﻓِﻴْﻬَﺎ
ﺃَﺟْﺮٌ ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﺭَﺃَﻳْﺘُﻢْ ﻟَﻮْ ﻭَﺿَﻌَﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺣَﺮَﺍﻡٍ ﺃَﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭِﺯْﺭٌ
؟ ﻓَﻜَﺬَﻟِﻚَ ﺇِﺫَﺍ ﻭَﺿَﻌَﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻼَﻝِ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﺃَﺟْﺮٌ . ( ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ)
Dari Abu Dzar radhiallahuanhu: Sesungguhnya sejumlah orang dari
shahabat Rasulullah SAW berkata kepada SAW “Wahai
Rasululullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak,
mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa dan
mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sedang kami tidak dapat
melakukannya). (Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam) bersabda: Bukankah Allah
telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap
tashbih merupakan sedekah, setiap takbir
merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan
sedekah, amar ma’ruf nahi munkar merupakan sedekah dan setiap kemaluan kalian
merupakan sedekah. Mereka bertanya:
Ya Rasulullah masakah dikatakan berpahala seseorang di antara kami yang menyalurkan
syahwatnya? Beliau bersabda: Bagaimana pendapat kalian seandainya hal
tersebut disalurkan di jalan yang haram, bukankah baginya dosa? Demikianlah halnya
jika hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka baginya mendapatkan pahala.
(Riwayat Muslim)
4. Hadits ke
Empat
ﺭﻭﻯ
ﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: ﻣﻦ ﺩﻋﺎ ﺇﻟﻰ ﻫﺪﻯ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻣﻦ ﺍﻷﺟﺮ ﻣﺜﻞ ﺃﺟﻮﺭ
ﻣﻦ ﺗﺒﻌﻪ، ﻻ ﻳﻨﻘﺺ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺃﺟﻮﺭﻫﻢ ﺷﻴﺌﺎً، ﻭﻣﻦ ﺩﻋﺎ ﺇﻟﻰ ﺿﻼﻟﺔ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻹﺛﻢ ﻣﺜﻞ ﺁﺛﺎﻡ ﻣﻦ ﺗﺒﻌﻪ، ﻻ ﻳﻨﻘﺺ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺁﺛﺎﻣﻬﻢ ﺷﻴﺌﺎً .
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu , bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Siapa
yang mengajak kepada petunjuk, dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang
mengikutinya. Tidak kurang sedikitpun dari pahala mereka. Siapa yang mengajak kepada
kesesatan, dia mendapat dosa seperti orang yang mengikutinya. Tidak kurang sedikitpun
dari dosa mereka.”
5. Hadits ke
Lima
ﻋﻦ
ﺍﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ (ﺹ ) ﻗﺎﻝ : ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ ﺻﺪﻗﺔ ، ﻗﺎﻝ
: ﺍﺭﺃﻳﺖ ﺍﻥ ﻟﻢ ﻳﺠﺪ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻳﻌﻤﻞ ﺑﻴﺪﻳﻪ ﻓﻴﻨﻔﻊ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﻳﺘﺼﺪﻕ ، ﻗﺎﻝ : ﺃﺭﺃﻳﺖ ﺍﻥ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻳﻌﻴﻦ ﺫﺍ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ﺍﻟﻤﻠﻬﻮﻑ ، ﻗﺎﻝ :
ﺃﺭﺃﻳﺖ ﺍﻥ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻳﺄﻣﺮ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﺍﻭ ﺍﻟﺨﻴﺮ ، ﻗﺎﻝ : ﺃﺭﺃﻳﺖ ﺍﻥ ﻟﻢ ﻳﻔﻌﻞ ؟ ﻗﺎﻝ
: ﻳﻤﺴﻚ ﻋﻦ ﺍﻟﺸﺮ ﻓﺎﻧﻬﺎ ﺻﺪﻗﺔ
Dari Abu Musa (r.a) dari Nabi S.A.W sabdanya : “ Setiap orang Islam
itu harus bersedekah.” Abu Musa
bertanya : “ Bagaimana jikalau dia tidak menemui sesuatu untuk disedekahkan?”
Beliau menjawab : “Jikalau tiada hendaklah dia bekerja dengan kedua
tangannya, kemudian dia dapat memberikan
manfaat pada dirinya sendiri , kemudian bersedekah.” Dia bertanya lagi : “
Bagaimana kalau dia tidak
mampu melakukannya?”. Beliau menjawab: “ hendaklah dia memberikan pertolongan kepada
orang yang memerlukan bantuan.” Dia bertanya lagi : “ Bagaimana kalau itupun
tidak mampu dilakukannya?”.
Beliau menjawab: “Hendaklah dia menyuruh orang melakukan perkara baik atau
elok.” Dia bertanya lagi: “Bagaimana jika itupun tidak mampu
dilakukannya?.” Beliau menjawab : “hendaklah dia menahan diri dari melakukan
perbuatan jahat, maka yang demikian itu juga merupakan sedekah yang diberikan
olehnya.” – [Muttafaq ‘Alaih]
C. Tafsiran
Hadits
Hadits yang Pertama
Jama` dari kata فتنة
artinya adalah cobaan, ujian dan musibah.
Jama` dari kata قطعة : sepotong atau sebagian dari malam yaitu
cobaan yang berupa gelap gulita. Artinya adalah mendorong untuk bersegera
mengerjakan kebaikan sebelum datang kesulitan atau tersibukan dengan hal yang
lain.[1]
Kerjakan dan bersegerahlah mengerjakan
kebaikan sebelum datang suatu hal yang menghalangimu. Hadis ini semakna dengan
hadis “gunakan masa mudahmu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, punya
sebelum tidak punya, kesempatan sebelum tersibukan hidupmu sebelum matimu.[2]
Hadits ke Dua
النخاعة : adalah dahak. Perlu diketahui bahwa masjid
pada masa Nabi adalah hanya beralaskan dengan kerikil kecil kecil dan ketika
ada ludah atau dahak maka diurugi dengan debu. Tapi pada masa kita tidak demikian,
sehingga ketika ada ludah atau dahak, maka digosok dengan kain sampai bersih.
Perlu diketahui bahwa meludah atau membuang dahak didalam masjid adalah
berdosa, karena ada hadis nabi “meludah didalam masjid adalah tindakan yang
berdosa” sehingga Nabi menetapkan tindakan tersebut adalah salah (berdosa) sedangkan menghapusnya adalah dengan
memendamnya (pada masa nabi) atau menggosoknya dengan kain sampai bersih (masa
kita).[3]
Hadits ke Tiga
صدقة : shodaqoh penamaan shodaqoh adalah
majaz, karena ada kesamaan antara keduanya. Dalam artian isi-isi yang ada
didalam hadis ini mengandung pahala sebagaimana pahala shodaqoh. Karena semua
ini didasarkan atas ridhanya Allah sebagai balasan atas ketaatanya. Maka pahala
itu berbeda – beda sesuai dengan kadar amal , sifatnya, niatnya, dan tujuannya. Menurut pendapat yang
lain yang di kehendaki shodaqoh adalah shodaqoh pada dirinya sendiri.[4]
Hadis yang keempat
مثل أجور من تبعه : Dia akan
mendapatkan pahala sama dengan orang yang mengikutinya. Dan salah anggapan orang
bahwa “pahala seseorang yang mengajak akan mengurangi pahalanya orang yang
diajak dan berpindah pahalanya kepada orang yang mengajak, atau
sebaliknya. Imbas kebaikan maupun
kejahatan akan mengenai terhadap dari mana penyebab perilaku tersebut.[5]
Hadis yang ke lima
على كل مسلم صدقة : Setiap
orang Islam itu harus bersedekah”. Kata harus mengindikasikan pada perintah
sunah maupun wajib. Baik shodaqoh pada dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain. Maksudnya ketika seseorang meninggalkan perbuatan keji dengan niat karena
Allah, maka itu sama halnya namanya shodaqoh. Berbeda ketika seseorang
meninggalkannya itu tanpa disertai dengan niat (murni meninggalkan) maka tidak
dinamakan shodqoh (berbuat baik) sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ibnu
Munir. Intinya shodaqoh atau berbuat baik itu ada kalanya dengan menggunakan
harta, perbuatan,mengerjakan perintah maupun
meninggalkan larangan disertai dengan niat karena Allah.[6]
D. PENJELASAN
1. Hadits
pertama
Fitnah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah SAW
dalam hadits di atas tidak disebutkan secara khusus. Rasulullah
menyebutkannya secara nakirah yang bersifat umum. Maksudnya meliputi segala
bentuk fitnah, baik itu fitnah syubhat (bencana akibat prinsip atau pemikiran
yang menyimpang) maupun fitnah syahwat (bencana akibat mengagungkan hawa
nafsu).
Saking berbahanya fitnah ini, Rasulullah SAW
menggambarkannya seperti malam yang gelap gulita. Dimana
orang yang tertimpa fitnah ini akan merasa bingung, tidak tahu harus melangkah
kemana. Contoh yang
dibawakan oleh Rasulullah di atas juga bersifat umum, beliau bersabda: “Yaitu seseorang
diwaktu pagi beriman tapi pada waktu sore ia telah kafir, atau pada waktu sore
ia beriman dan pada pagi harinya ia telah kafir.”
Syaikh ‘Ali al-Qari berkata: “Yang dimaksud dengan waktu pagi dan
sore adalah, berubahnya manusia (yang terseret fitnah tersebut) waktu demi
waktu, bukan maksudnya mengkhususkan kedua zaman ini. Lafaz ini seolah-olah
ungkapan akan keadaan mereka yang berubah-ubah, plin-plannya perkataan
mereka, tidak tetapnya perbuatan (pendirian mereka) . Bagaimana hal ini bisa
terjadi? Rasulullah menjelaskan: “ia rela menjual agamanya dengan secuil keuntungan
duniawi .”
Faidah Hadits:
1. Hadits ini menunjukkan wajibnya
untuk berpegang teguh kepada agama ini dan juga bersegera kepada amal –
amal sholih sebelum tiba berbagai halangan, ujian, dsb.
2. Hadits
ini merupakan salah satu isyarat tentang munculnya berbagai macam fitnah di
akhir zaman nanti. Semoga Allah
menyelamatkan kita dari keburukan – keburukan fitnah akhir zaman.[7]
2.
Hadits ke Dua
Memelihara Kebersihan adalah Suatu Kebaikan
Hadits diterima dari Abu Darda, yang artinya: ”Barangsiapa yang membuang
dari jalan umat Islam sesuatu yang mengganggu mereka, maka akan dicatat oleh
Allah perbuatan itu kebaikan dan barangsiapa yang dicatat kebaikannya oleh
Allah, maka akan dimasukan ke dalam surga”. (HR Ath-Thabrani).
Dilarang mengotori (populasi)tempat umum
Hadits dari Ibn Addi, artinya”Rasulullah melarang seseorang buang air di
bawah pohon berbuah dan di tepi sungai (yang mengalir)” (HR. Ibn Addi)
Untuk kesegaran jasmani (kesehatan) perlu memelihara lingkungan hidup
Al-Qur’an dan hadits banyak menggunakan lafal atau kosa kata thaharah
yang mengindikasikan pada kesucian badan dari kotoran dan najis. Dalam
surat al-Maidah: 6 dan surat an-Nisa: 43, ayat tersebut mewajibkan wudu dan
atau mandi sebelum shalat, tampak mengandung dua makna sekaligus, yaitu
thaharah secara hissiyah-jasmaniyah (konkrit-nyata) karena
dibersihkan oleh air dan thaharah maknawiyah (abstrak) karena
dibersihkan dengan air atau tanah ketika air itu tidak ada.[8]
3. Hadis ke tiga
Ketika
orang-orang faqir itu mengadukan kepada Nabi bahwa orang-orang kaya membawa
banyak pahala, mereka shalat sebagaimana mereka shalat, mereka berpuasa
sebagaimana mereka berpuasa, dan mereka pun bersedekah dengan kelebihan
harta-harta mereka, maksudnya bahwa sahabat-sahabat yang faqir itu tidak dapat
bersedekah. Maka Nabi menjelaskan kepada mereka sedekah yang sanggup mereka
kerjakan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bukankah Allah subhanahu
wata’ala menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan?
Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah,. . . dan seterusnya.” Yakni, jika
seseorang mengucapkan subhanallah maka itu adalah sedekah, jika seseorang
mengucapkan Allahu akbar maka itu adalah sedekah, jika seseorang mengucapkan
alhamdulillah maka itu adalah sedekah, jika seseorang mengucapkan laailaaha
illallahu maka itu adalah sedekah.
“Memerintahkan
yang ma’ruf.” Yakni, jika ia menyuruh seseorang untuk melakukan amalan
ketaatan, maka itu adalah sedekah. “Melarang hal yang mungkar.” Yakni, jika ia
melarang seseorang dari kemungkaran, maka itu adalah sedekah.
“Dan
salah seorang dari kalian melampiaskan syahwatnya kepada istrinya adalah
sedekah.” Yakni, jika seseorang berjimak dengan istrinya, hal itu adalah
sedekah. Amalan-amalan itu semuanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang faqir.
Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami melampiaskan
syahwatnya, apakah ia pun akan mendapatkan pahala dalam hal itu?” Mereka
mengucapkan kalimat ini untuk meyakinkan sabda beliau tadi, bukan untuk
menunjukkan keraguan dalam hal tersebut, karena mereka yakin betul bahwa apa
yang beliau sabdakan pasti benarnya. Akan tetapi, mereka ingin meyakinkan lagi
hal itu sehingga mereka bertanya, “Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami
melampiaskan syahwatnya, apakah dalam hal itu ia akan memperoleh balasan pahala?”
Yang mirip dengan pertanyaan ini adalah ucapan Nabi Zakaria,
قَالَ رَبِّ أَنَّىَ يَكُونُ لِي غُلاَمٌ وَقَدْ
بَلَغَنِيَ الْكِبَرُ وَامْرَأَتِي عَاقِرٌ
“Bagaimana
aku bisa mendapatkan seorang anak, aku telah sangat tua dan istriku pun seorang
yang mandul.” (Ali Imran: 40)
Beliau
bermaksud untuk meyakini dan memantapkan lagi hal itu, padahal beliau
mempercayai. Beliau bertanya, “Bagaimana menurut pendapat kalian jika ia
melampiaskan syahwatnya pada hal yang haram, apakah ia akan terkena dosa?”
Jawabannya: Ya, mereka akan terkena dosa. Beliau berkata, “Begitu pula jika ia
melampiaskan dalam hal yang halal, maka ia akan mendapatkan pahala.” Ini adalah
qiyas yang dinamakan dengan kias ‘aks (kebalikan), maksudnya sebagaimana ia
akan mendapatkan dosa dalam hal yang haram, demikian pula ia akan mendapatkan
pahala dalam hal yang halal. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Apabila ia melampiaskannya pada hal yang halal, maka ia pun akan
mendapatkan pahala.”[9]
4. Hadits ke Empat
Hadis di
atas menjelaskan bahwa orang yang mengajak kepada kebaikan akan mendapat pahala
sebesar pahala orang yang mengerjakan ajakkannya tanpa dikurangi sedikitpun.
Begitu pula orang yang mengajak kepada kesesatan akan mendapat dosa sebesar
dosa orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikit pun. Tidak diragukan
lagi bahwa hadis ini merupakan berita gembira bagi mereka yang suka mengajak
orang lain untuk mengerjakan kebaikan, Allah Swt memberikan penghargaan tinggi
bagi mereka yang suka mengajak kepada kebaikan.[10]
Makna Secara Umum
Rosulullah SAW sang
pembawa petunjuk menganjurkan umatnya untuk berbuat kebaikan dan
menyerukannya. “Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan maka ia mendapatkan
pahala sebagaimana pahala orang yang mengerjakannya” dan barangsiapa menjerumuskan
seseorang kepada perbuatan dosa sekalipun sedikit atau menyuruhnya atau
membantu dalam mengerjakannya maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa manusia
yang mengerjakannya.[11]
5.
Hadits ke Lima
Sebagai muslim, idealnya kita menjadi
orang-orang yang dapat memberi manfaat kebaikan yang sebesar-besarnya kepada
orang lain, karena itu setiap muslim harus berusaha dengan sepenuh
kemampuannya, hingga paling tidak ia bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri
dan tidak menjadi beban orang lain. Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan diri
sendiri termasuk dalam kategori bersedekah, apalagi jika ia bisa memberikan
manfaat bagi orang lain.
Kita harus berusaha dan bekerja dengan cara
yang halal sehingga kita terhindar dari perbuatan mengemis. Karena mengemis
akan menjatuhkan harga diri kita di hadapan manusia. Hal ini sebagaimana hadits
Rasulullah saw,
“Seseorang yang membawa tambang lalu pergi
mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan
uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih
baik daripada seseorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang
diberi dan kadang ditolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)[12]
E. Penutup
1. Kesimpulan
Imam an-Nawawi berkata: “Maksud (hadits di atas), Rasulullah
rmenganjurkan kita agar segera beramal shalih sebelum kita tidak mampu
melakukannya lagi dan sebelum kita dilalaikan oleh fitnah yang banyak dan
menumpuk satu sama lain, seperti kegelapan malam yang gelap gulita dan saling tindih
menindih.” (Kitab Syarah Shahih Muslim II/114-115).
Apabila keburukan meraja lela, maka semua anggota masyarakat wajib
bergerak untuk memperbaikinya dan menyingkirkan kerusakan, jika tidak
melakukannya, maka mereka berhak mendapat balasan dan siksa dari Allah, dan
Allah telah menurunkan bencana dan kerusakan kepada orang-orang yang melakukan
kemungkaran dan yang mendiamkannya.
Nabi Muhammad saw menyuruh kita untuk mengubah kemungkaran yang
kita saksikan, kemungkaran tersebut harus di ubah agar berganti menjadi
kebaikan sesuai dengan kadar kemampuan kita. Mencegah kemungkaran adalah bagian
dari cabang iman sedang iman bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan kondisi
seseorang dalam melaksanakan perintah syariat. Semakin banyak melakukan
kebijakan maka iman pun semakin kuat, sebaliknya semakin banyak melakukan
maksiat maka iman pun semakin rapuh.
2. Saran
Dan kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah
ini pasti terdapat banyak kesalahan, kekeliruan dan kekurangan, baik itu
dari segi tulisannya, bahasanya ataupun yang lain, oleh karena itu kami mengharapkan kepada
teman-teman sekalian serta segenap pihak yang bersangkutan, untuk dapat
memberikan kritik dan sarannya, agar dapat kita benari bersama dan dapat kita
ambil manfaatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad al-Munawi, Fayd al-Qodir Sharh al-Jami` al-Saghir,
Maktabah as-Syamilah
Muhammad bin Allan as-Shodiqi, Dalilul Falihin Li Thuruqi
Riyadhus Sholihin, Maktabah as-Syamilah
http://riyaadhusshaalihiin.blogspot.com/2013_06_01_archive.html
http://terukur.tumblr.com/post/61590154542/kampanye-3r-dalam-pandangan-islam
http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/11/06/penjelasan-hadits-arbain-imam-an-nawawi-kedua-puluh-lima-keutamaan-berdzikir/
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=358631264230292&id=217646744995412
http://harrisfadillah.wordpress.com/2013/12/18/penunjuk-kebaikan-seperti-yang-berbuat/
http://4moslem.wordpress.com/2010/04/06/macam-macam-sedekah-1/
[2] Muhammad bin Allan as-Shodiqi, Dalilul
Falihin Li Thuruqi Riyadhus Sholihin, Maktabah as-Syamilah juz 2 halm 298
[6] Muhammad al-Munawi, Fayd al-Qodir Sharh al-Jami` al-Saghir,
Maktabah as-Syamilah, juz. 4,
hal.323.
[9] http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/11/06/penjelasan-hadits-arbain-imam-an-nawawi-kedua-puluh-lima-keutamaan-berdzikir/
[10]https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=358631264230292&id=217646744995412

